Emultion |
A. Pengertian Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan
obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi
atau surfaktan yang cocok.
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara
termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua fase cairan yang
tidak bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya
dalam bentuk tetesan–tetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm, yang
distabilkan dengan emulgator/surfaktan yang cocok.
Emulsi berasal dari kata...
emulgeo yang ertinya menyerupai milk,
warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari
biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi semacam ini
disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein
yang terdapat dalam bij tersebut.
Pada pertengahana abad XVIII, ahli farmasi perancis
memperkenalkan pembuatan emulsi dari oleum olivarum, oleum anisi dan
eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom arab, tragacanth dan
kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator dari
luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
B. Komponen Emulsi
Kom komponen dari Emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
v Komponen Dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi, biasanya terdiri dari :
1. Fase dispers / fase internal / fase diskontinyu
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain.
2. Fase kontinyu / fase eksternal / fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
3. Emulgator
Adalah bagian Berupa zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
v Komponen Tambahan
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh
hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,odoris, colouris,
preservatif (pengawet), antoksidant.
Preservatif yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam
benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium
klorida, fenil merkuri asetat, dll.
Antioksidant yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocoperol, asam sitrat, propil gallat dan asam gallat.
C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal
ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minak).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam
minyak. Air sebagai fase internal sedangkan fase minyak sebagai fase
eksternal.
D. Tujuan Pemakaian Emulsi
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / peroal. Umumnya emulsi tipe O/W.
2. Dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O
tergantung banyak faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi yang
dikehendaki.
E. Teori Terjadinya Emulsi
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori,
yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang
berbeda-beda. Teoi tersebut ialah :
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik
menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya
adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat
cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan
daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan
tegangan permukaan.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan
bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang
terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas.
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur.
Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan
garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan
berkurang dengan penambahan senyawa organik tetentu antara lain sabun.
Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang
batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :
- Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air.
- Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak.
3. Teori Interparsial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara
air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus
partikel fase dispers.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel
yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase
dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada
emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :
- Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.
- Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.
- Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera.
4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan
lapisan berikutnya akan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan
didepannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi
oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng
tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan
menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar. Karena susunan
listrik yang menyelubungisesama partikel akan tolak menolak dan
stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan
oleh salah satu dari ketiga cara dibawah ini.
- Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
- Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
- Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.
F. Bahan Pengemulsi (Emulgator)
- Emulgator alam
Yaitu Emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan :
1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami seperti akasia (gom),
tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk koloid
hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya menghasilkan emulsi
m/a.
a. Gom arab
Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum. Kestabilan
emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu :
- Kerja gom sebagai koloid pelindung
- Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup kecil sedangkan masa mudah dituang (tiksotropi).
- Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat.
- Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
- Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak.
- Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut dalam minyak lemak.
- Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform dan bromoform.
- Balsam-balsam.
- Oleum lecoris aseli
b. Tragacanth
c. Agar-agar
d. Chondrus
e. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %.
2. Emulgator alam dari hewan
Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, kasein, dan adeps
lanae. Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian gelatin
sebagai suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi terlalu cair dan
menjadi lebih cair pada pendiaman.
3. Emulgator alam dari tanah mineral
Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid termasuk
bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida. Umumnya
membentuk emulsi tipe m/a bila bahan padat ditambahkan ke fase air jika
jumlah volume air lebih besar dari minyak. Jika serbuk bahan padat
ditambahkan dalam inyak dan volume fase minyak lebih banyak dari air,
suatu zat seperti bentonit sanggup membentuk suatu emulsi a/m. Selain
itu juga terdapat Veegum / Magnesium Aluminium Silikat
- Emulgator buatan
1. Sabun
2. Tween 20; 40; 60; 80
3. Span 20; 40; 80
G. Cara Pembuatan Emulsi
Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi yaitu :
1.Metode gom kering
Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat
dengan jumlah komposisi minyak dengan ½ jumlah volume air dan ¼ jumlah
emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian air
dan 1 bagian emulgator.
Pertama-tama gom didispersikan kedalam minyak, lalu ditambahkan air
sekaligus dan diaduk /digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk
korpus emulsi.
2.Metode gom basah
Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsi
dengan musilago atau melarutkan gum sebagai emulgator, dan menggunakan
perbandingan 4;2;1 sama seperti metode gom kering. Metode ini dipilih
jika emulgator yang digunakan harus dilarutkan/didispersikan terlebuh
dahulu kedalam air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2
bagian air lalu diaduk, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit
sambil terus diaduk dengan cepat.
3.Metode botol
Disebut pula metode Forbes. Metode inii digunakan untuk emulsi dari
bahan-bahan menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah.
Metode ini merrupakan variasi dari metode gom kering atau metode gom
basah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan kuat dan kemudian
diencerkan dengan fase luar.
Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah minyak.
Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang
sama banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus
dikocok, setelah emulsi utama terbentuk, dapat diencerkan dengan air
sampai volume yang tepat.
4.Metode Penyabunan In Situ
a. Sabun Kalsium
Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air jeruk,yang
dibuat dengan sederhana yaitu mencampurkan minyak dan air dalam jumlah
yang sama dan dikocok kuat-kuat. Bahan pengemulsi, terutama kalsium
oleat, dibentuk secara in situ disiapkan dari minyak sayur alami yang
mengandung asam lemak bebas.
b. Sabun Lunak
Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam
fase minyak. Jika perlu, maka bahan dapat dilelehkan, komponen tersebut
dapat dipisahkan dalam dua gelas beker dan dipanaskan hingga meleleh,
jika kedua fase telah mencapai temperature yang sama, maka fase
eksternal ditambahkan kedalam fase internal dengan pengadukan.
c. Pengemulsi Sintetik
Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori metode tambahan.
Secara umum, metode ini sama dengan metode penyabunan in situ dengan
menggunakan sabun lunak dengan perbedaan bahwa bahan pengemulsi
ditambahkan pada fase dimana ia dapat lebih melarut. Dengan perbandingan
untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi tidak terjadi secepat metode
penyabunan. Beberapa tipe peralatan mekanik biasanya dibutuhkan, seperti
hand homogenizer .
Alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi, untuk pembuatan emulsi yang baik.
- Mortar dan stamper
- Botol
- Mixer, blender
- Homogenizer
- Colloid mill
H. Cara Membedakan Tipe Emulsi
- Test Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur
dengan yang menjadi fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe m/a, maka
emulsi ini akan mudah diencerkan dengan penabahan air. Begitu pula
sebaliknya dengan tipe a/m.
- Test Kelarutan Pewarna
Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna dalam
emulsi , jika pewarna larut dalam fase luar dari emulsi. Misalnya
amaranth, adalah pewarna yang larut air, maka akan terdispersi seragam
pada emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah pewarna yang larut minyak, maka
akan terdispersi seragam pada emulsi tipe a/m.
- Test Creaming (Arah Pembentukan Krim)
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan terdispersi
berdasarkan densitas dari fase internal dan fase eksternal. Jika
densitas relative dari kedua fase diketahui, pembentukan arah krim dari
fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada sebagian besar
system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan
fase air; sehingga, jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi
tersebut adalah tipe m/a, jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah,
maka emulsi tersebut merupakan tipe a/m.
- Test Konduktivitas Elektrik
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair mampu
menghantarkan listrik, dan minyak tidak dapat menghantarkan listrik.
Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu system emulsi, konduktivitas
elektrik tampak, maka emulsi tersebut tipe m/a, dan begitu pula
sebaliknya pada emulsi tipe a/m.
- Test Fluorosensi
Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar sinar
ultra violet. Jika setetes emulsi di uji dibawah paparan sinar ultra
violet dan diamati dibawah mikroskop menunjukkan seluruh daerah
berfluorosensi maka tipe emulsi itu adalah a/m, jika emulsi tipe m/a,
maka fluorosensi hanya berupa noda.
I. Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang
satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversibel artinya bila dikocok perlahan-lahan akan
terdispersi kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film
yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu).
Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi
karena:
- Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH, penambahan CaO / CaCL2
- Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan dan pengadukan.
- Inversi yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi W/O menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya irreversible.
Viskositas emulsi dipengaruhi oleh perubahan komposisi :
1.Adanya hubungan linear antara viskositas emulsi dan viskositas fase kontinu.
2.Makin besar volume fase dalam, makin besar pula viskositas nyatanya.
3. Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga factor interaksi yang harus dipertimbangkan oleh pembuat formula, yaitu :
- Viskositas emulsi m/a dan a/m dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran partikel fase terdispersi ,
- Kestabilan emulsi ditingkatkan denganpengurangan ukuran partikel, dan
- Flokulasi atau penggumpalan, yang cenderung membentuk fase dalam yang dapat meningkatkan efek penstabil, walaupun ia meningkatkan viskositas.
4. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya umur sediaan tersebut.
Suspensi |
B. Pengertian Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi terdiri dari beberapa
jenis yaitu :
- Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral.
- Suspensi Topikal ..... adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit.
- Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata.
- Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
- Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
- Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai......
B. Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga
stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas
suspensi adalah :
1.Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan
antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas
penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas
merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka
semakin kecil luas penampangnya.
2.Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari
cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin
turun (kecil). Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum ” STOKES”
Ket :
V = Kecepatan Aliran
d = Diameter Dari Partikel
p = Berat Jenis Dari Partikel
p0 = Berat Jenis Cairan
g = Gravitasi
ŋ = Viskositas Cairan
3.Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar,
maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena
sering terjadi benturan antara partikel tersebut.
Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut,
oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar
kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
4.Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan
bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan
tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan
mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase
eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat
larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut
sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah
berkembang dalam air (hidrokoloid).
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1. Bahan pensuspensi dari alam.
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom /
hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga
campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya
mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah
stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, PH, dan proses fermentasi bakteri.
a. Termasuk golongan gom :
Contonya : Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth , Algin
b. Golongan bukan gom :
Contohnya : Bentonit, Hectorit dan Veegum.
2. Bahan pensuspensi sintesis
a. Derivat Selulosa
b.Golongan organk polimer
C. Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi
1. Metode pembuatan suspensi :
Suspensi dapat dibuat dengan cara :
- Metode Dispersi
- Metode Precipitasi
2. Sistem pembentukan suspensi :
- Sistem flokulasi
- Sistem deflokulasi
Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah :
a. Deflokulasi
- Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
- Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing patikel mengendap terpisah dan ukuran partikel adalah minimal.
- Sediaan terbentuk lambat.
- Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi.
b.Flokulasi
- Partikel merupakan agregat yang basa
- Sedimentasi terjadi begitu cepat
- Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula.
D.Formulasi suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
- Pada penggunaan ”Structured Vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
- Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali.
Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :
1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.
2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan atau polimer.
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka ditambah Structured Vehicle.
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam Structured Vehicle.
E.Penilaian Stabilitas Suspensi
1. Volume sedimentasi
Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap.
2. Derajat flokulasi.
Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi
(Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc).
3.Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu
menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel
untuk tujuan perbandingan.
4.Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai
titik beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini
dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi
perubahan ukuran partikel dan sifat kristal.
REFERENSI
Anief. Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press : Yogyakarta
Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III.
UI Press : Jakarta
Soetopo. Seno, dkk. 2001. Teori Ilmu Resep. Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar